Thursday, January 21, 2010

Bagaimana membuat resume hidup?

M. Tamrin Humaedi TM ITB 06

Dalam tulisan ini saya akan mencoba berbagi pengetahuan dan pengalaman bagaimana membuat resume perjalanan hidup. Sebelumnya, saya menerima saran dari pembaca dengan lapang dada dan terbuka untuk perbaikan kualitas materi yang ditulis agar pembaca selanjutnya mendapatkan hal yang lebih bermanfaat.
Resume hidup dibuat untuk menginformasikan siapa kita sebenarnya. Ketika ada orang yang membaca resume hidup kita, setidaknya mereka mengetahui poin-poin penting yang ada atau yang telah kita lakukan sampai saat ini. Tentunya nilai positif yang harus kita tulis agar orang yang membaca termotivasi oleh resume yang kita buat.
Langkah pertama membuat resume hidup adalah merinci hal-hal positif yang telah kita lakukan. Setelah membuat poin-poin penting, tiap poin dikembangkan dalam suatu bentuk cerita dengan penggunaan bahasa yang ringan dan sopan (gunakan kata “saya” atau “aku”). Biasanya tipe bahasa tersebut digunakan untuk menulis diary. Penulisan dengan tipe bahasa ringan dan sopan sangat penting karena pembaca seolah-olah “mendengar” apa yang dia baca. Selain itu, pengembangan poin yang dibuat harus berdasarkan fakta yang ada karena akan mempengaruhi pengembangan poin selanjutnya.

Pengembangan tiap poin pun harus diceritakan dengan terstruktur agar pembaca dapat memahami urutan tiap poin yang dikembangkan. Untuk menghilangkan rasa bosan bagi pembaca, ada baiknya disisipkan sedikit humor yang wajar dan singkat. Ingat, jangan terlalu banyak humor karena akan menghilangkan poin-poin penting lainnya yang Anda tulis sebagai resume. Pemilihan kata sambung kalimat atau paragraf menjadi kunci penghubung “aliran” tulisan yang harus diperhatikan. Hindari kalimat ambigu yang akan membingungkan pembaca
Gaya bahasa penulisan resume pun harus sesuai karena bisa saja pembaca menangkap kesan “sombong” ketika membaca resume hidup kita. Oleh karena itu, untuk keterangan yang berhubungan dengan prestasi diharapkan ditulis cukup dengan poin per poin dengan penjelasan secukupnya dan menghindarkan kata “saya” atau “aku”.
Untuk menghindari kebuntuan dalam menulis, Anda disarankan menulis tanpa urutan sesuai dengan ide yang Anda miliki. Jika telah selesai, cek kembali urutan masing-masing tulisan agar tiap poin memiliki kaitan yang jelas dan terstruktur. Namun, seseorang yang sering menulis biasanya sudah terlatih untuk menulis terstruktur.
Untuk pengecekan terakhir sebelum resume diposkan (publish), mintalah beberapa teman Anda untuk membaca resume Anda. Jika teman Anda sudah mengerti poin-poin penting yang Anda tulis di resume, berarti tulisan Anda sudah layak untuk dipublish. Jika belum, berarti ada yang harus diperbaiki dalam tulisan Anda. Memang teknik ini terasa aneh, tapi percayalah, teknik seperti ini sangat bagus jika diterapkan.

Thursday, January 14, 2010

Kematian, Perubahan dan Penyikapan

Gantina Rachma Putri S.Si M.Si

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
(QS At Tin : 4)

Profil Etoser Bandung angkatan 2007 adalah hal pertama yang saya lihat saat mulai merapihkan pekerjaan malam ini. Profil yang dijadikan ‘basa-basi’ oleh PemRed blog Etos Bandung saat mengirimkan sms sore tadi, padahal pak PemRed hanya ingin tahu apa artikel yang saya janjikan sudah selesai atau belum. Karena beliau menjamin kelucuan profil ini, saya sedikit terobati (jangan diulangi ya, dek..). Teman-teman, profilnya memang membuat saya tertawa berkali-kali. Sempatkan menonton Novi yang menjadi agen Listrik, Ikhya sang agen Air, atau Lani yang menjadi agen Pembersih Selokan. Belum lagi adegan merokok yang super kagok dari kawan-kawan etoser (atah pisan-lah...). Tapi, saya salut dengan kreativitas mereka!!

Profil yang dibuat sekitar dua tahun yang lalu itu memperlihatkan perubahan mereka. Perubahan secara fisik tentunya karena dapat terlihat langsung, misalnya Lani dan Oki yang sekarang berkacamata atau Narni yang tambah tembem. Sementara perubahan non-fisik hanya dapat saya raba-raba, belum dua bulan Allah swt. mempererat ukhuwah kami dalam Beastudi Etos. Satu keyakinan, pengalaman hidup dan konsep berpikir mereka meluas dan mendalam sekarang. Seperti halnya diri ini, dua tahun cukup untuk menyadari betapa berharga berlari bersama detak jantung waktu. Berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain dengan kecepatan berbeda di tiap geraknya. Ya, setiap kita mengalami perubahan secepat helaan nafas harian.

‘Perubahan’, diksi yang merupakan keniscahyaan dalam hidup. Sesederhana mengingat kembali perkembangan anak dari tahun-ke-tahun. Dalam kenyataannya, orangtua tahu bahwa permainan emosi menemani perjalanan itu. Tak tersadari seperti meniadakan dunia saat terjebak dalam komunikasi berjarak. Komunikasi dimana intensitas berbanding terbalik dengan jarak. Waktu tak lagi jadi hirauan bukan? Karena tak sekedar aku dan kamu lagi, sekarang kebersamaan lebih dalam meng-artikulasi-kan kita.

‘Perubahan’, meninggalkan batas antar situasi seperti ijab qabulnya pernikahan yang memutarbalikkan halal-haram. Sebagian tertantang melewati jembatan itu, lainnya terlalu banyak pertimbangan dalam melangkah. Sebagian meyakinin kebenaran janji Allah swt. dalam An Nuur ayat 26 dan 32. Sementara lainnya terlalu banyak mengeluarkan kalimat, “Bagaimana jika...?”. Katakanlah pernikahan ini hanya contoh kasus saja karena kehidupan adalah kumpulan perubahan keadaan. Secara umum, perlu keberanian dalam melangkah menghadapinya. Resiko terbesar apa yang mampu (dalam prediksi) dihadapi oleh kelemahan manusia saat keluar dari zona nyaman. Saat kelemahan manusia disandingkan dengan himpunan langkah menuju un-known zone.

Di sisi lain, seperti yang pak Kusno sampaikan saat pembinaan tempo hari, referensi dan waktu dapat menjadi andalan untuk menunaikan tanggung jawab. Setidaknya pernikahan menyisakan referensi (narasumber maupun buku) dan bukti nyata sehingga effort difokuskan untuk meng-aplikasi-kan ilmu. Bagaimana dengan perubahan-perubahan dalam perjalanan ke akhir zaman?

“Kalau hari kematianku telah datang,
bagaimana aku bisa lari dari kematian itu,
hari dimana telah ditakdirkan untuk tidak bisa atau bisa.
Hari yang ditakdirkan itu tidak aku takuti,
karena yang telah ditakdirkan mati,
tidaklah selamat dari kepastiannya.”
(Ali bin Abi Thalib ra.)

Kematian menjadi pembeda dunia-akhirat ditandai dengan nafas tak lagi dapat terhela, nadi tak lagi dapat berdenyut, dan lidah tak lagi merasa. Kematian yang dalam hadits riwayat Thabrani disebut sebagai penghancur segala kenikmatan menyandingkan harapan dan ketakutan kepada Allah swt. Dalam buku ‘Perjalanan ke Negeri Akherat’, ‘Ali ‘Abdurrahman menjelaskan bahwa kematian adalah keluarnya roh (nyawa) dari jasad dan keterpisahan roh itu darinya. Prosesnya terdikotomi antara mukmin-shaleh dengan kafir-fajir. Malaikat mencabut nyawa seorang mukmin yang shaleh dengan berkata, “Wahai jiwa yang baik, keluarlah menuju ampunan dan keridhaan Allah swt.”, lalu membukakan pintu-pintu langit dan mencatatnya dalam ‘illiyyin. Sementara kepada seorang yang kafir dan fajir, malaikat berkata, “Wahai jiwa yang kotor, keluarlah menuju kemurkaan Allah swt.”, lalu melemparnya ke tempat terendah dan mencatatnya dalam sijjin. Bahkan, bukan strata pendidikan yang telah dicapai di dunia-lah yang menjadi indikator kecerdikan seseorang. Indikatornya yaitu sebanyak apa kita mengingat kematian dan sejauh mana kita mempersiapkan bekal menghadapi masa setelahnya.

Kemudian muncul pertanyaan, “Baik-kah penghujung umur kita nanti?”

Pun momentum kematian terikat pada buhul-buhul kita, husnul atau su’ul-nya kematian kita menjadi rahasia Allah swt. Padahal pemberian-Nya tak mampu tertandingi oleh kualitas dan kuantitas amal manusia. Sementara kondisi akhir dari kehidupan dijadikan sample yang merepresentasikan seluruh garis kehidupan kita. Konsekuensi logis dari semua itu adalah keistiqamahan. Berdasarkan pengalaman mendaki Semeru akhir tahun lalu, bertahan di puncak gunung lebih penting daripada mendaki puncak itu sendiri. Untuk bertahan di puncak, M. Anis Matta menulis dalam buku ‘Menyongsong Kematian Husnul Khatimah’, kita harus dapat menghindari jebakan-jebakan kesuksesan, mempertahankan obsesi pada kesempurnaan pribadi, melakukan perbaikan kesinambungan, melakukan pertumbuhan tanpa batas akhir, dan mempertahankan semangat kerja dengan menghadirkan kerinduan abadi kepada surga dan kecemasan abadi kepada neraka.

Dalam buku ‘Metode Menjemput Maut, Perspektif Sufistik’ karya Al Ghazali, tertulis ketika Al Jaahizh dilihat orang dalam mimpi dan ditanya, ”Bagaimana Allah swt. memperlakukanmu?”. Dia menjawab, “Janganlah kau tulis sesuatu dengan tanganmu kecuali yang mungkin membuatmu senang di hari kiamat.”.

Allah swt. berfirman dalam QS Al Isra’ ayat 13-14, “Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya. Dan pada hari kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka. Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.”

Wallaahua’lam.

resolusi diri untuk revolusi diri

kiki FTI ITB 2009

1 Muharram 1431 H, awal tahun baru itu telah berlalu. Kemudian, apakah akhir tahun kemarin, 30 Dzulhijjah 1430, ditutup dengan pencapaian-pencapaian yang telah kita agendakan pada awal tahun sebelumnya? Pertanyaan ini tak perlu dijawab, tetapi haruslah menjadi bahan evaluasi dan introspeksi diri di tahun kali ini untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Harapan – harapan yang belum dicapai di tahun lalu alangkah lebih baik jika kita agendakan di tahun ini sebagai delayed resolusi yang akan kita rangkai bersama dengan resolusi di tahun baru sekarang ini. “Hari ini adalah kenyataan mimpi hari kemarin dan mimpi hari ini adalah kenyataan untuk hari esok”, begitulah kalimat bijak yang menggambarkan betapa pentingnya percaya kepada sebuah keajaiban mimpi kita, the power of dream, bahwa mimpi itu akan menjadi kenyataan. Akan tetapi, bermimpi saja tidak cukup. Perlu ada usaha dan aksi nyata dalam mewujudkannya.Kerja cerdas yang didasari dengan landasan amal - yang tertuang dalam kitab suci Al-Quran - merupakan pilihan tepat bagi seorang muslim untuk menjadi manusia yang lebih baik bagi diri dan lingkungannya. Tanpa landasan amal ini, resolusi – resolusi kita hanyalah menjadi harapan – harapan yang hampa. Lebih detail lagi, landasan amal ini terrangkum di dalam empat surah Al-Quran. Di antaranya,
a. Surah Al-‘Alaq, sebagai landasan ilmu dan pedoman hidup, yang menyiratkan bahwa dengan ilmu kita dapat berdakwah, memperoleh dan mempererat keyakinan, dan mengolah kata / berbahasa.
b. Surah Al-Muzammil, sebagai landasan kekuatan ruh, menunjukan amal-amal baik yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan harapan duniawi dan ikhrowi seperti qiyamullail, tilawah Al-Quran, shodaqoh, dan shaum sunnah.
c. Surah Al-Mudatsir, sebagai landasan revolusi diri, memaparkan sifat-sifat yang akan mendukung terwujudnya mimpi-mimpi kita : optimis, bersih jujur, amanah, berakhlak, spirit melayani, sabar, dan tekun.
d. Surah Al-Fatihah, sebagai landasan metodologi kehidupan, mengupas secara tersurat - dan tersirat - mengenai jalan hidup, prinsip ideologi, dan komunikasi pelayanan untuk pencapaian resolusi diri.
Jadi, telah sangat begitu jelas bahwasanya Al-Quran merupakan satu-satunya pedoman untuk mewujudkan resolusi diri kita menjadi sebuah revolusi diri ke arah yang lebih baik.. Landasan amal ini tentunya akan menjadi jembatan terwujudnya resolusi-resolusi kita jika kita senantiasa istiqomah dan ikhlas dalam melaksanakannya. Karena sesengguhnya apa yang kita impikan, lakukan, dan kita capai ini merupakan suatu usaha perwujudan rasa syukur kita terhadap semua rahmat dan anugerah dari Sang Pemilik Kehidupan, Allah S.W.T, dalam rangka mengharap ridho-Nya. Insya Allah.(qq)

Thursday, January 7, 2010

kenyamanan adalah antitesis dari prestasi

salju gurun

di hamparan gurun yang seragam, jangan lagi menjadi butiran pasir. sekalipun nyaman engkau di tengah impitan sesamamu, tak akan ada yang tahu jika kau melayang hilang.

di lingkungan gurun yang serba serupa, untuk apa lagi menjadi kaktus. sekalipun hijau warnamu, engkau tersebar dimana-mana. tak ada yang menangis rindu jika kau mati layu.

di lansekap gurun yang mahaluas, lebih baik tidak menjadi oase. sekalipun rasanya kau sendiri, burung yang tinggi akan melihat kembaranmu disana-sini.

ditengah gurun yang tertebak, jadilah salju yang abadi. embun pagi tak akan kalahkan dinginmu, angin malam akan menggigil ketika melewatimu, oase akan jengah, dan kaktus terperangah. semua butir pasir akan tahu jika kau pergi, atau sekadar bergerak dua inci.

dan setiap senti gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri, karena kau... berbeda.

(salju gurun-dee,1998)

***

sebuah prosa yang sangat cantik dari dewi lestari, menggambarkan bahwa menjadi seragam itu sangat tidak cantik. menjadi sama itu tak membuatmu berprestasi, terkungkung dalam kenyamanan. dee berpikir juga seperti subcomandante marcos, pemimpin pemberontak di Chiapas, Mexico yang berseru kepada para pengikutnya untuk bangkit dari kenyamanan semu yang diberikan pemerintah mexico agar kaum indian mexico dapat menunjukan siapa sebenarnya mereka, menunjukan bahwa mereka unik dan tidak sama dengan antek-antek kapitalis yang menyembah profit sebagai Tuhan. memberontak dengan menggunakan kata-kata sebagai senjata demi merebut kembali tanah leluhur yang dianeksasi kaum kapitalis demi mendapatkan Tuhannya mereka.

sejak lama Jostein Gaarder, filsuf novelis terbaik Norwegia, selalu memulai filosofinya dengan pertanyaan sederhana, mengapa kita ada di dunia ini? sama dengan pertanyaan penting Plato, apakah kita benar-benar ada di dunia ini, atau kita hanyalah ide dari Tuhan? dalam bukunya yang menjadi bestseller terbaik, dunia shopie (menjadi bestseller selama 60 tahun), Gaarder membuat perumpamaan bahwa kita seperti kutu yang tertidur pulas di bulu-bulu hangatnya kelinci, tanpa pernah bermaksud untuk memanjat bulu tersebut, untuk melihat dan mengetahui ada apa di balik dunia bulu-bulu itu. Gaarder menyentil kita dengan kenyamanan fakta bahwa kita adalah manusia, tanpa pernah bermaksud mencari tahu kenapa kita manusia, dan ada apa di luar dunia manusia kita.

kenyamanan seperti yang dituangkan Dee, Marcos, dan Gaarder adalah antitesis dari prestasi. sebuah gambaran yang cukup mengerikan ketika sebutir pasir nyaman berada ditengah teman-temannya yang seragam sampai-sampai temannya tidak tahu jika pasir itu menghilang, sama tidak tahunya pasir itu jika ada temanya yang menghilang. atau ketika kenyamanan disuapi dengan upah, dengan uang, dengan buah-buah busuk padahal tanah nenek moyang diinjak-injak untuk menghasilkan buah-buah kualitas ekspor. nyaman dengan keseragaman.